Untuk
dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang
harus diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi
digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, (2)
harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi
siswa dan guru, dan (3) guru harus memilikio pengetahuan dan ketrampilan dalam
menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar
mencaqpai standar akademik. Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka
telah terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di
luar kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa
sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai: (1) sesuatu yang sulit dan
berat, (2) upoaya mengisi kekurangan siswa, (3) satu proses transfer dan
penerimaan informasi, (4) proses individual atau soliter, (5) kegiatan yang
dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan
terisolasi, (6) suatu proses linear. Sejalan dengan perkembangan TIK telah
terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai:
(1) proses alami, (2) proses sosial, (3) proses aktif dan pasif, (4) proses
linear dan atau tidak linear, (5) proses yang berlangsung integratif dan
kontekstual, (6) aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat,
dan kulktur siswa, (7) aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan
hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.
Hal
itu telah menguban peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran
guru telah berubah dari: (1) sebagai penyampai
pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala
jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran,
pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan
dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih
banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap
siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam
pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu: (1)dari penerima
informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam
proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali
pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai
pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai aktiivitas
individual (soliter)menjadi pembelajaran berkolaboratif
dengan siswa lain.
Lingkungan
pembelajaran yang di masa lalu berpusat pada guru telah bergesar menjadi
berpusat pada siswa. Secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut:
Lingkungan
|
Berpusat pada
guru
|
Berpusat pada
siswa
|
Aktivitas
kelas
|
Guru sebagai
sentral dan bersifat didaktis
|
Siswa sebagai
sentral dan bersifat interaktif
|
Peran guru
|
Menyampaikan
fakta-fakta, guru sebagai akhli
|
Kolaboratif,
kadang-kadang siswa sebagai akhli
|
Penekanan
pengajaran
|
Mengingat
fakta-fakta
|
Hubungan
antara informasi dan temuan
|
Konsep
pengetahuan
|
Akumujlasi
fakta secara kuantitas
|
Transformasi
fakta-fakta
|
Penampilan
keberhasilan
|
Penilaian
acuan norma
|
Kuantitas
pemahaman , penilaian acuan patokan
|
Penilaian
|
Soal-soal
pilihan berganda
|
Protofolio,
pemecahan masalah, dan penampilan
|
Penggunaan
teknologi
|
Latihan dan
praktek
|
Komunikasi,
akses, kolaborasi, ekspresi
|
Kreativitas dan
kemandirian belajar
Dengan
memperhatikan pengalaman beberapa negara sebagaimana dikemukakan di atas, jelas
sekali TIK mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap proses dan
hasil pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. TIK telah
memungkinkan terjadinya individuasi, akselerasi, pengayaan, perluasan,
efektivitas dan produktivitas pembelajaran yang pada gilirannya akan
meningkatkan kualitas pendidikan sebagai infrastruktur pengembangan sumber daya
manusia secara keseluruhan. Melalui penggunaan TIK setiap siswa akan terangsang
untuk belajar maju berkelanjutan sesuai dengan potensi dan kecakapan yang
dimilikinya. Pembelajaran dengan menggunakan TIK menuntut kreativitas dan
kemandirian diri sehingga memungkinkan mengembangkan semua potensi
yang dimilikinya..
Dalam
menghadapi tantangan kehidupan modern di abad-21 ini kreativitas dan
kemandirian sangat diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan. Kreativitas
sangat diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa alasan antara lain: pertama, kreativitas
memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua, kreativitas
memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, ketiga, kreativitas
dapat memberikan kepuasan hidup, dan keempat, kreativitas
memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dari segi kognitifnya,
kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan,
keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi afektifnya kreativitas ditandai
dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk,
berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki
rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan
orang lain, dsb. Karya-karya kreatif ditandai dengan
orisinalitas, memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat
dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang
penuh tantangan ini sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk
mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian
didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi
tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan
bertindak, mampu mengendalikan dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat
terhadap berbagai hal.
Dengan
memperhatikan ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa TIK memberikan peluang untuk berkembangnya kreativitas dan
kemandirian siswa. Pembelajaran dengan dukungan TIK memungkinkan dapat
menghasilkan karya-karya baru yang orsinil, memiliki nilai yang tinggi, dan
dapat dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan yang lebih bermakna. Melalui
TIK siswa akan memperoleh berbagai informasi dalam lingkup yang lebih luas dan
mendalam sehingga meningkatkan wawasannya. Hal ini merupakan rangsangan yang
kondusif bagi berkembangnya kemandirian anak terutama dalam hal pengembangan
kompetensi, kreativitas, kendali diri, konsistensi, dan komitmennya baik
terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain.
Peran guru
Semua hal itu tidak akan
terjadi dengan sendirinya karena setiap siswa memiliki kondisi yang berbeda
antara satu dengan lainnya. Siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun
dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK.
Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai
seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran
anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser
menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru
bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber
informasi. Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V.
Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang
peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches),
konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan
pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru harus
memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan
cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru
hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara
yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih
hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu
sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan
kondisi yang ada. Sebagai konselor, guru harus mampu
menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan
perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada
jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami
kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer
pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang
seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan
mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru
tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari
interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah
satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator
pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan guru
mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan
perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat
kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam
berbagai kegiatan lain di luiar mengajar. Sebagaipembelajar, guru
harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta
meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru
harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan
digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri
bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang
baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai
karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan
komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionaliemenya.
0 komentar:
Posting Komentar